Beranda | Artikel
Syarhus Sunnah: Memahami Takdir #04
Rabu, 12 Desember 2018

 

Melanjutkan pembahasan takdir lagi dari Syarhus Sunnah karya Imam Al-Muzani.

 

Imam Al-Muzani rahimahullah berkata,

أَحَاطَ عِلْمُهُ بِاْلأُمُوْرِ وَأَنْفَذَ فِي خَلْقِهِ سَابِقَ الْمَقْدُوْرِ وَهُوَ الْجَوَّادُ الْغَفُوْرُ )يَعْلَمُ خَائِنَةَ اْلأَعْيُنِ وَمَا تُخْفِي الصُّدُوْرُ(فَالْخَلْقُ عَامِلُوْنَ بِسَابِقِ عِلْمِهِوَنَافِذُوْنَ لمِاَ خَلَقَهُمْ لَهُ مِنْ خَيْرٍوَشَرٍّ  لاَ يَمْلِكُوْنَ لِأَنْفُسِهِمْ مِنَ الطَّاعَةِ نَفْعًا وَلاَ يَجِدُوْنَ إِلَى صَرْفِ المَعْصِيَةِ عَنْهَا دَفْعًا خَلَقَ الخَلْقَ بِمَشِيْئَتِهِ عَنْ غَيْرِ حَاجَةٍ كَانَتْ بِهِ

3. Ilmu Allah meliputi segala sesuatu. Allah mewujudkan dalam penciptaan-Nya (sesuai) yang telah ditakdirkan sebelumnya. Dan Dia Yang Maha Dermawan lagi Maha Pengampun. Dalam ayat disebutkan,“Dia Mengetahui pandangan-pandangan mata yang berkhianat dan segala yang disembunyikan (dalam) dada. (QS. Al-Mu’min/ Ghafir: 19)

Setiap makhluk adalah pelaku perbuatan (yang terjadi) sesuai dengan ilmu Allah (yang terlebih dahulu ada). Setiap makhluk menjalankan sesuatu yang Allah ciptakan (tetapkan) untuk mereka berupa kebaikan atau keburukan. Makhluk tidak mempunyai kekuasaan untuk mendapat manfaat dalam berbuat ketaatan, juga tidak mampu untuk menolak hal-hal yang bisa memalingkannya dari maksiat. 

Allah menciptakan makhluk dengan kehendak-Nya, bukan karena Allah butuh pada makhluk.

 

Masih Mengenai Mata Khianat

Allah Ta’ala berfirman,

يَعْلَمُ خَائِنَةَ الْأَعْيُنِ وَمَا تُخْفِي الصُّدُورُ

Allah mengetahui (pandangan) mata yang khianat dan apa yang disembunyikan oleh hati.” (QS. Ghafir/ Al-Mu’min: 19)

Mengenai ayat ini, Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma berkata, “Ini adalah seseorang yang masuk pada rumah seseorang, di situ ada beberapa wanita cantik. Jika penghuni rumah lalai, ia melirik-lirik wanita tersebut. Jika penghuni rumah tidak lalai, ia menundukkan pandangan terhadap wanita tersebut. Terus lagi jika mereka lalai, ia melirik kembali. Dan jika mereka terjaga, ia menundukkan pandangan. Allah Ta’ala tahu rahasia yang ada dalam hatinya dan tahu sampai jika dibenarkan dengan kemaluannya.” (HR. Ibnu Abi Hatim. Suyuthi menyandarkan riwayat ini pada Ibnu Abi Hatim dan Ibnu Abi Syaibah. Hadits ini dikeluarkan oleh Ibnu Abi Syaibah dari jalur Manshur dari Ibnu ‘Abbas, sanadnya dhaif dikarenakan Manshur tidak mendengar dari Ibnu ‘Abbas. Lihat tahqiq dari Prof. Dr. Hikmat bin Basyir bin Yasin dalam Tafsir Al-Qur’an Al-‘Azhim, 6:489).

 

Ilmu Allah Ada Sebelum Penciptaan

Imam Al-Muzani rahimahullah berkata,

فَالْخَلْقُ عَامِلُوْنَ بِسَابِقِ عِلْمِهِ

“Setiap makhluk adalah pelaku perbuatan (yang terjadi) sesuai dengan ilmu Allah (yang terlebih dahulu ada).”

Allah itu sudah mengetahui perbuatan hamba sebelum menciptakan mereka. Ini adalah bantahan kepada Qadariyah yang ghulaat (yang ekstrim), di mana mereka berpendapat bahwa Allah mengetahui sesuatu setelah terjadi. Pendapat Qadariyah terbantahkan dengan ayat yang menetapkan ilmu bagi Allah yaitu,

لِتَعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ عَلَىٰ كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ وَأَنَّ اللَّهَ قَدْ أَحَاطَ بِكُلِّ شَيْءٍ عِلْمًا

Agar kamu mengetahui bahwasanya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu, dan sesungguhnya Allah ilmu-Nya benar-benar meliputi segala sesuatu.” (QS. Ath-Thalaq: 12)

 

Kehendak Allah Pasti Terjadi

Imam Al-Muzani rahimahullah berkata,

وَنَافِذُوْنَ لمِاَ خَلَقَهُمْ لَهُ مِنْ خَيْرٍوَشَرٍّ  

“Setiap makhluk menjalankan sesuatu yang Allah ciptakan (tetapkan) untuk mereka berupa kebaikan atau keburukan.”

Artinya, seluruh makhluk menjalankan apa yang telah ditakdirkan dan dicatat untuknya. Inilah yang dimaksud dengan masyiah (kehendak) Allah. Maksudnya, segala yang Allah kehendaki pasti terjadi, segala yang tidak Allah kehendaki tidak akan terjadi. Hal ini sebagaimana firman Allah,

وَمَا تَشَاءُونَ إِلَّا أَنْ يَشَاءَ اللَّهُ ۚإِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلِيمًا حَكِيمًا

Dan kamu tidak mampu (menempuh jalan itu), kecuali bila dikehendaki Allah. Sesungguhnya Allah adalah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.” (QS. Al-Insan: 30)

Hal ini dibuktikan pula dengan hadits Ibnu Mas’ud berikut ini.

 

Hadits Ibnu Mas’ud Tentang Takdir

Dari Abu Abdurrahman ‘Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu beliau berkata, Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam menyampaikan kepada kami dan beliau adalah orang yang benar dan dibenarkan,

إِنَّ أَحَدَكُمْ يُجْمَعُ خَلْقُهُ فِي بَطْنِ أُمِّهِ أَرْبَعِيْنَ يَوْماً نُطْفَةً، ثُمَّ يَكُوْنُ عَلَقَةً مِثْلَ   ذَلِكَ، ثُمَّ يَكُوْنُ مُضْغَةً مِثْلَ ذَلِكَ، ثُمَّ يُرْسَلُ إِلَيْهِ الْمَلَكُ فَيَنْفُخُ فِيْهِ الرُّوْحَ، وَيُؤْمَرُ بِأَرْبَعِ كَلِمَاتٍ: بِكَتْبِ رِزْقِهِ وَأَجَلِهِ وَعَمَلِهِ وَشَقِيٌّ أَوْ سَعِيْدٌ. فَوَ اللهِ الَّذِي لاَ إِلَهَ غَيْرُهُ إِنَّ أَحَدَكُمْ لَيَعْمَلُ بِعَمَلِ أَهْلِ الْجَنَّةِ حَتَّى مَا يَكُوْنُ بَيْنَهُ وَبَيْنَهَا إِلاَّ ذِرَاعٌ فَيَسْبِقُ عَلَيْهِ الْكِتَابُ فَيَعْمَلُ بِعَمَلِ أَهْلِ النَّارِ فَيَدْخُلُهَا، وَإِنَّ أَحَدَكُمْ لَيَعْمَلُ بِعَمَلِ أَهْلِ النَّارِ حَتَّى مَا يَكُوْنُ بَيْنَهُ وَبَيْنَهَا إِلاَّ ذِرَاعٌ فَيَسْبِقُ عَلَيْهِ الْكِتَابُ فَيَعْمَلُ بِعَمَلِ أَهْلِ الْجَنَّةِ فَيَدْخُلُهَا

Sesungguhnya setiap kalian dikumpulkan penciptaannya di perut ibunya sebagai setetes mani (nuthfah) selama empat puluh hari, kemudian berubah menjadi setetes darah (‘alaqah) selama empat puluh hari, kemudian menjadi segumpal daging (mudhgah) selama empat puluh hari. Kemudian diutus kepadanya malaikat lalu ditiupkan padanya ruh dan diperintahkan untuk ditetapkan empat perkara, yaitu rezekinya, ajalnya, amalnya dan kecelakaan atau kebahagiaannya. Demi Allah yang tidak ada sesembahan yang berhak disembah selain-Nya. Sesungguhnya di antara kalian ada yang melakukan perbuatan ahli surga hingga jarak antara dirinya dan surga tinggal sehasta. Akan tetapi telah ditetapkan baginya ketentuan, dia melakukan perbuatan ahli neraka maka masuklah dia ke dalam neraka. Sesungguhnya di antara kalian ada yang melakukan perbuatan ahli neraka hingga jarak antara dirinya dan neraka tinggal sehasta. Akan tetapi telah ditetapkan baginya ketentuan, dia melakukan perbuatan ahli surga maka masuklah dia ke dalam surga.” (HR. Bukhari, no. 6594 dan Muslim, no. 2643)

 

Faedah Hadits

  1. Hanya Allah yang mengetahui apa yang terjadi dalam rahim. Ini bukan berarti dokter tidak bisa mengetahui janin tersebut laki-laki ataukah perempuan. Namun dokter tidak bisa mengungkapkan secara detail apa yang ada dalam rahim sampai perihal takdirnya.
  2. Rezeki, ajal, amal, bahagia ataukah sengsara dari setiap manusia sudah diketahui, dicatat, dikehendaki dan ditetapkan oleh Allah.
  3. Rezeki sudah ditetapkan bukan berarti manusia tidak perlu bekerja dan berusaha. Manusia diketahui takdirnya oleh Allah, bukan berarti manusia tidak punya pilihan. Sama juga dengan jodoh sudah ditetapkan bukan berarti tidak perlu mencari jodoh lalu tunggu jodoh datang dengan sendirinya. Logikanya, kalau akan kena musibah, seseorang akan berusaha menyelamatkan diri. Begitu pula dalam hal seseorang mencuri harta orang lain, tidak boleh ia beralasan dengan takdir, “Ini sudah jadi takdir saya.” Karena orang berakal tidak mungkin beralasan seperti itu. Ia mencuri pasti karena pilihannya.
  4. Manusia tidak mengetahui takdir yang ditetapkan untuknya. Sehingga manusia tetap harus ada usaha dan amal, tidak boleh ia hanya sekadar pasrah pada takdir.
  5. Apakah kita bahagia ataukah sengsara kelak di akhirat sudah diketahui dalam takdir.

 

Baca selengkapnya tentang hadits masalah takdir di sini:

Hadits Arbain #04: Mengimani Takdir dengan Benar

 

Insya Allah masalah takdir dari Syarhus Sunnah karya Imam Al-Muzani rahimahullah  masih berlanjut. Semoga Allah mudahkan kita dalam memperbaiki iman.

 

Referensi: 

  1. Syarh As-Sunnah. Cetakan kedua, Tahun 1432 H. Imam Al-Muzani. Ta’liq: Dr. Jamal ‘Azzun. Penerbit Maktabah Dar Al-Minhaj.
  2. Syarh Al-Arba’in An-Nawawiyah Al-Mukhtashar. Cetakan ketiga, Tahun 1425 H. Syaikh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin. Penerbit Dar Ats-Tsuraya. 
  3. Syarh Al-Arba’in An-Nawawiyah Al-Mukhtashar. Cetakan pertama, tahun 1431 H. Syaikh Sa’ad bin Nashir Asy-Syatsri. Penerbit Dar Kunuz Isybiliya. 
  4. Tafsir Al-Qur’an Al-‘Azhim. Cetakan pertama, Tahun 1431 H. Ibnu Katsir. Tahqiq: Prof. Dr. Hikmat bin Basyir bin Yasin. Penerbit Dar Ibnul Jauzi. 
  5. Tamam AlMinnah ‘ala Syarh As-Sunnah li Al-Imam Al-Muzani.Khalid bin Mahmud bin ‘Abdul ‘Aziz Al-Juhani. www.alukah.net.

Oleh: Muhammad Abduh Tuasikal

Artikel Rumaysho.Com


Artikel asli: https://rumaysho.com/19151-syarhus-sunnah-memahami-takdir-04.html